Laktosa atau
dengan kata lain susu merupakan zat gizi yang sangat bermanfaat bagi tubuh
kita. Tapi bagaimana jika seseorang menderita intoleransi laktosa ( intolerance
lactosa ) ?
Pada sebagian
besar orang yang konsumsi laktosa dalam susu atau produk laktosa lainnya akan
menimbulkan rasa tak nyaman dalam perut seperti kembung yang tak kunjung
turun atau bahkan diare. Hal tersebut disebabkan karena orang tersebut memiliki intolerance lactosa, intolerance
lactosa merupakan
kondisi dimana laktosa tidak dapat dihidrolisis oleh enzim hidrolase. Laktosa merupakan
substrat bagi enzim laktase untuk dipecah menjadi glukosa dan galaktosa agar
dapat diserap oleh usus untuk dilanjutkan ke proses glikolis sehingga akan
dihasilkan energi atau asam laktat. Namun pada beberapa orang yang intolerance lactosa ketika meng-konsumsi produk susu
seperti yogurt, kefir atau dadih tidak merasakan gangguan yang berarti (Hidayati dan Sulandari 2014). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Nurjanah (2001) bahwa kadar laktosa pada yogurt menurun
dibandingkan dengan kadar laktosa yang terdapat pada susu. Kadar laktosa yang
lebih rendah tersebut merupakan salah satu alasan mengapa beberapa orang yang intolerance lactosa masih dapat meng-konsumsi yogurt
yang merupakan produk dari susu. Jadi adanya intolerance lactose merupakan akibat adanya defisiendi lactose.
Pada dasarnya defisiensi lactase ada
2 tipe, yaitu defisiensi lactase primer / bawaan dan defisiensi lactase sekunder.
Defisiensi lactase primer sendiri dibagi menjadi 3 yaitu defisiensi lactase primer
development yang terjadi pada bayi yang lahir premature (sebelum usia 36 minggu) karena adanya penurunan
aktivitas lactase yang sebanding dengan penurunan kemampuan enzim dalam
menghidrolisis. Defisiensi yang kedua adalah defisiensi lactase primer
kongenital yang jarang ditemukan setelah adanya susu bebas laktosa karena kondisi
ini berpotensi menyebabkan kematian. Selanjutnya adalah defisiensi lactase primer
genetic yaitu kondisi dimana terjadi penurunan jumlah sintesis lactase seiring
dengan bertambahnya umur. Sedangkan defisiensi lactase sekunder terjadi karena
adanya kerusakan pada mukosa saluran pencernaan sehingg lactase yang seharusnya
melekat pada ujung – ujung vili usus menjadi terganggu akibat adanya infeksi
virus, radiasi, pengaruh obat atau racun (Tehuteru, 1999).
Sehingga bagi
orang yang intolerance lactose akibat
difisiensi lactase sekunder atau akibat adanya kerusakan mukosa usus dapat
diatasi dengan konsumsi probiotik yang biasanya terdapat pada produk susu seperti yogurt, kefir atau dadih. Probiotik tersebut
nantinya akan memperbaiki kondisi mukosa usus dengan cara yang pertama adalah
probiotik memproduksi zat yang dapat menekan jumlah, metabolism dan produksi
racun oleh bakteri usus misalnya, bakteri asam laktat yang mampu mengendalikan Shigella sonnei dan Entero Pathogenic Echericia coli dengan memproduksi volatile fatty acids. Kedua, suatu pathogen akan menimbulkan
penyakit melalui kemampuannya dalam melakukan adesi. Sehingga dalam hal ini
probiotik akan menjadi pesain bagi pathogen dengan cara menyebabkan pathogen tidak
dapat berkoloni dan menimbulkan penyakit. Ketiga, persaingan probiotik dan pathogen
terhadap ketersediaan nutrient. Keempat yaitu stimulasi imun dengan cara
probiotik menekan pertumbuhan bakteri. Hal tersebut terjadi ketika Lactobacilli
mengalami translokasi melalui dinding usus ke peredaran darah unutk
menstimulasi makrofag.
Hidayati, N.R. dan L. Sulandari. 2014. Pengaruh jumlah ekstrak angkak dan
sukrosa terhadap kulaitas yoghurt. e-Journal Boga. 03(1): 271–282.
Nurjanah, S. 2001. Pengaruh Konsentrasi Bibit terhadap Kadar Laktosa
Yoghurt. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian
Bogor, Bogor
Tehuteru, E.S., 1999. Malabsorpsi Laktosa Pada Anak. Jurnal Kedokteran Trisakti. 18(3): 139–144.
0 komentar:
Posting Komentar