Kamis, 2 Maret 2015, H-11 sebelum ujian nasional. Pagi-pagi
di rumahku ada acara aqiqahan dan ‘slup-slupan’ pak lek dan bu’ lek-ku, ada
beberapa orang yang membantu ibuku untuk mengurusi itu semua jadi suasana rumah
rame dan berantakan, aku paling benci itu. Pagi hari yang seharusnya siap-siap
untuk ke sekolah, malah dibingungkan dengan pompa air yang mati mendadak, semua
kebingungan termasuk aku. Yahh karena sudah bosan menunggu pompa air yang tak
kunjung hidup lagi, aku memutuskan untuk ke rumah ‘mbah petuk’ untuk numpang
mandi. Ehh tapi saat aku mau qoes to mbah petuk, pompa air sudah menyala, ya
jadinya gak jadi ke sana. Aku mandi dan siap-siap seperti biasanya, memakai
seragam olahraga karena ada acara gerak jalan di sekolahan dan juga memakai
sepatu olahraga. Sebenarnya aku ragu memakai sepatu olahraga, tapi ya sudahlah
aku memaksakan diri, buat apa beli sepatu tapi kalau gak dipakai…..
Dengan rasa percaya diri aku berjalan menyusuri halaman sekolahan, tak takut dimarahin guru ataupun menjadi pusat perhatian, I don’t care. Hampir dari semua teman-temanku merasa aneh melihatku kanapa aku pakai sepatu olahraga, tapi terserah kata mereka, dari sebagian mereka juga memperingatkanku kalu nanti akan dimarahin guru. Tapi yaaa “tak pedulikan katamu, tak peduli kan omonganmu, ku hidup hanya sekali lakukan sesuka hatiku”. Ya kalau benar dimarahin guru ya tinggal dengerin, kalau dihukum yang dilaksanakan. Selesai.
Dan ternyata benar kekhawatiran itu, AKU DI HUKUM hahaha…. Aku kaget, tapi anehnya aku biasa saja, aku gak sedih ataupun yang lainnya. SPECHLESS. Ya tetap dengan rassa percaya diri yang tetap tinggi aku ke depan halaman dan mencoba menghampiri guru untuk meminta penjelasan kenapa gak boleh pakai sepatu olahraga di saat gerak jalan tohh guru juga pakai sepatu olahraga. Guru itu masih tetap pada pendiriannya, ya okelah guru itu punya senjata yang pas untuk dijadikan alasan, aku terima itu. Dengan perasaan yang geli aku melepas sepatuku sambil berpikir “ohh begini too rasanya dihukum…kerennn hahaha”.
Dari kejauhan aku mendapat kode dari sobat-sobatku XII IPA 2 yang ingin juga melepas sepatu, bukan karena protes atupun marah pada guru itu, tapi hanya kerena rasa kebersamaan dan solidaritas antar teman. Aku terharu karena itu, thanks Allah you had been give me the good friends.
Dengan rasa percaya diri aku berjalan menyusuri halaman sekolahan, tak takut dimarahin guru ataupun menjadi pusat perhatian, I don’t care. Hampir dari semua teman-temanku merasa aneh melihatku kanapa aku pakai sepatu olahraga, tapi terserah kata mereka, dari sebagian mereka juga memperingatkanku kalu nanti akan dimarahin guru. Tapi yaaa “tak pedulikan katamu, tak peduli kan omonganmu, ku hidup hanya sekali lakukan sesuka hatiku”. Ya kalau benar dimarahin guru ya tinggal dengerin, kalau dihukum yang dilaksanakan. Selesai.
Dan ternyata benar kekhawatiran itu, AKU DI HUKUM hahaha…. Aku kaget, tapi anehnya aku biasa saja, aku gak sedih ataupun yang lainnya. SPECHLESS. Ya tetap dengan rassa percaya diri yang tetap tinggi aku ke depan halaman dan mencoba menghampiri guru untuk meminta penjelasan kenapa gak boleh pakai sepatu olahraga di saat gerak jalan tohh guru juga pakai sepatu olahraga. Guru itu masih tetap pada pendiriannya, ya okelah guru itu punya senjata yang pas untuk dijadikan alasan, aku terima itu. Dengan perasaan yang geli aku melepas sepatuku sambil berpikir “ohh begini too rasanya dihukum…kerennn hahaha”.
Dari kejauhan aku mendapat kode dari sobat-sobatku XII IPA 2 yang ingin juga melepas sepatu, bukan karena protes atupun marah pada guru itu, tapi hanya kerena rasa kebersamaan dan solidaritas antar teman. Aku terharu karena itu, thanks Allah you had been give me the good friends.
Sayang sekali, “nyeker” bersama ala XII IPA 2 gagal karena
bu guru, bu guru mengira kita protes, padahal kita sama sekali gak berpikir
seperti itu, tapi apa mau dikata, bu guru punya senjata yang ampuh. Air mata
menetes dipipiku, Ya Allah kenapa waktu berjalan begitu cepat, sebentar lagi
aku akan jauh dari mereka, teman-temanku.
Cerita ini belum selesai, sepatu yang “dibegal” bu guru
ternyata benar-benar disita, hanya orang tua yang boleh mengambilnya. Oh My
God. Ya gak apa-apa sabar. Akhirnya aku pulang pakai sandal jepit milik
temanku. The final story is sad ending. Sebenarnya masih ada lanjutan cerita
yang menurutku menggelikan di hari itu, tapi sudah dulu, see you.
0 komentar:
Posting Komentar