Merupakan blog yang berisi sebagian kecil dari pemikiran penulis yang masih dalam tahap belajar

Kamis, April 28, 2016

Fortifikasi Pangan

Kekurangan zat gizi mikro seperti iodium, zat besi dan vitamin A dapat menyebabkan berbagai efek bagi tubuh maupun social seperti kemampuan belajar yang menurun, terjadinya penurunan produktivitas kerja, timbulnya berbagai penyakit bahkan dapat menimbulkan kematian. Kekurangan zat gizi mikro ini dapat diatasi dengan cara peningkatan konsumsi ASI bagi bayi, peningkatan ketersediaan pangan dan konsumsi pangan, fortifkasi pangan serta  pemberian suplemen.

Fortifikasi pangan merupakan salah satu upaya dalam peningkatan perbaikan kualitas pangan. Fortifkasi pangan merupakan penambhan zat gizi ke pangan untuk meningkatkan konsumsi zat gizi sehingga dapat mengurangi terjadinya defisiensi zat gizi dn gangguan lainnya. Jenis pangan yang dapat dilakukan fortifikasi adalah pangan yang memiliki zat gizi yang rendah serta pangan tersebut digunakan secara menyeluruh oleh semua masyarakat, misalnya garam dan minyak goreng. Fortifikasi dinilai lebih efektif dalam meningkatkan konsumsi zat gizi secara menyeluruh karena zat gizi diberikan pada pangan yang digunakan oleh semua lapisan masyarakat sedangkan suplementasi kurang efektif karena dalam mengkonsumsinya harus memerlukan biaya yang lebih sehingga hanya masyarakat tertentu yang dapat mengkonsumsi.


Share:

Selasa, April 19, 2016

Intoleransi Laktosa dan Probiotik

Laktosa atau dengan kata lain susu merupakan zat gizi yang sangat bermanfaat bagi tubuh kita. Tapi bagaimana jika seseorang menderita intoleransi laktosa ( intolerance lactosa ) ?

Pada sebagian besar orang yang konsumsi laktosa dalam susu atau produk laktosa lainnya akan menimbulkan rasa tak nyaman  dalam perut seperti kembung yang tak kunjung turun atau bahkan diare. Hal tersebut disebabkan karena orang tersebut memiliki intolerance lactosa, intolerance lactosa  merupakan kondisi dimana laktosa tidak dapat dihidrolisis oleh enzim hidrolase. Laktosa merupakan substrat bagi enzim laktase untuk dipecah menjadi glukosa dan galaktosa agar dapat diserap oleh usus untuk dilanjutkan ke proses glikolis sehingga akan dihasilkan energi atau asam laktat. Namun pada beberapa orang yang intolerance lactosa ketika meng-konsumsi produk susu seperti yogurt, kefir atau dadih tidak merasakan gangguan yang berarti (Hidayati dan Sulandari 2014). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah (2001) bahwa kadar laktosa pada yogurt menurun dibandingkan dengan kadar laktosa yang terdapat pada susu. Kadar laktosa yang lebih rendah tersebut merupakan salah satu alasan mengapa beberapa orang yang intolerance lactosa masih dapat meng-konsumsi yogurt yang merupakan produk dari susu. Jadi adanya intolerance lactose merupakan akibat adanya defisiendi lactose.

            Pada dasarnya defisiensi lactase ada 2 tipe, yaitu defisiensi lactase primer / bawaan dan defisiensi lactase sekunder. Defisiensi lactase primer sendiri dibagi menjadi 3 yaitu defisiensi lactase primer development yang terjadi pada bayi yang lahir premature (sebelum usia 36 minggu) karena adanya penurunan aktivitas lactase yang sebanding dengan penurunan kemampuan enzim dalam menghidrolisis. Defisiensi yang kedua adalah defisiensi lactase primer kongenital yang jarang ditemukan setelah adanya susu bebas laktosa karena kondisi ini berpotensi menyebabkan kematian. Selanjutnya adalah defisiensi lactase primer genetic yaitu kondisi dimana terjadi penurunan jumlah sintesis lactase seiring dengan bertambahnya umur. Sedangkan defisiensi lactase sekunder terjadi karena adanya kerusakan pada mukosa saluran pencernaan sehingg lactase yang seharusnya melekat pada ujung – ujung vili usus menjadi terganggu akibat adanya infeksi virus, radiasi, pengaruh obat atau racun (Tehuteru, 1999).


Sehingga bagi orang yang intolerance lactose akibat difisiensi lactase sekunder atau akibat adanya kerusakan mukosa usus dapat diatasi dengan konsumsi probiotik yang biasanya terdapat pada produk susu  seperti yogurt, kefir atau dadih. Probiotik tersebut nantinya akan memperbaiki kondisi mukosa usus dengan cara yang pertama adalah probiotik memproduksi zat yang dapat menekan jumlah, metabolism dan produksi racun oleh bakteri usus misalnya, bakteri asam laktat yang mampu mengendalikan Shigella sonnei dan Entero Pathogenic Echericia coli  dengan memproduksi volatile fatty acids. Kedua, suatu pathogen akan menimbulkan penyakit melalui kemampuannya dalam melakukan adesi. Sehingga dalam hal ini probiotik akan menjadi pesain bagi pathogen dengan cara menyebabkan pathogen tidak dapat berkoloni dan menimbulkan penyakit. Ketiga, persaingan probiotik dan pathogen terhadap ketersediaan nutrient. Keempat yaitu stimulasi imun dengan cara probiotik menekan pertumbuhan bakteri. Hal tersebut terjadi ketika Lactobacilli mengalami translokasi melalui dinding usus ke peredaran darah unutk menstimulasi makrofag.

Hidayati, N.R. dan L. Sulandari. 2014. Pengaruh jumlah ekstrak angkak dan sukrosa terhadap kulaitas yoghurt. e-Journal Boga. 03(1): 271–282.
Nurjanah, S. 2001. Pengaruh Konsentrasi Bibit terhadap Kadar Laktosa Yoghurt. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Tehuteru, E.S., 1999. Malabsorpsi Laktosa Pada Anak. Jurnal Kedokteran Trisakti. 18(3): 139–144.


Share:

Kategori

I'am ASRI ASTUTI

Aku sedang menempuh studi S1 Teknologi Pangan di Universitas Diponegoro sejak tahun 2015. Aku alumni SMAN 1 NOGOSARI yang bertempat di Kecamatan Nogosari, Kab Boyolali. Aku sangat bersemangat jika membicarakan mengenai teknologi tetapi rasa malas yang ada masih lebih besar merasuki tubuh ini. Jadi dengan adanya blog ini sebagai pemacu semangatku dan wadah untuk belajar.
Diberdayakan oleh Blogger.